DUM-DUMAN kini sering kali digunakan untuk akis kejahatan. Padahal, senjata rakitan ini awalnya hanya digunakan masyarakat tradisional untuk berburu binatang atau sekadar untuk melindungi diri dari serangan binatang di tengah hutan. Meski hanya dirakit secara sederhana oleh warga sipil, senjata ini sangat berbahaya.
Radar Sampit (Sampit.prokal.co) mencoba menggali proses pembuatan dum-duman dan jenisnya. Senjata ini memiliki jarak tembak akurat sekitar 10 meter hingga 20 meter. Dum-duman memiliki banyak variasi dan bentuk, namun kebanyakan berlaras panjang hingga 70-80 centimeter.
”Zaman dulu dum-duman ini untuk menjaga diri saat di tengah hutan, ketika kami mencari kayu. Sering ditemui di hutan itu seperti beruang, orangutan, hingga babi hutan,” ujar, Ardi mantan pengelut senjata illegal itu kepada Radar Sampit.
Tidak sulit baginya untuk membuat dum-duman. Bahan dasar yang disediakan yakni akar kayu yang masih bagus dan tua untuk popor senjata, pipa besi dengan lubang berdiameter 5 centimeter, selongsong besi, sejumlat baut, dan per pegas atau karet ban bekas.
”Cukup mudah membuatnya, semuanya dari bahan bekas juga bisa, dulu zaman kayu itu hampir setiap orang pembatangan (pekerja kayu) punya senjata,” cerita Ardi.
Secara sekilas senjata dengan laras panjang karatan ini terkesan lapuk. Namun dum-duman memiliki daya yang mematikan. Binatang buruan yang kena peluru senjata ini jarang bisa lepas dari ajalnya.
Untuk peledaknya juga dibuat dengan arang kayu, kemudian ditumbuk sampai halus bercampur garam Inggris. ”Yang bagus itu arang dari pohon kalanduyung, ditumbuk lalu dipanaskan di atas wajan, sambil dicampur dengan garam,” ujarnya menjelaskan.
Namun, tidak jarang ada korban akibat mengolah bubuk mesiu ini, apalagi jika angin berhembus kencang dan api terlalu besar. “Semakin kering bubuk itu, semakin bagus, tapi hati-hati bisa menyambar dan muka sendiri jadi kebakar. Banyak korbannya,” kata dia.
Selanjutnya, laras senjata itu diisi dengan bubuk mesiu hingga padat dan diganjal dengan sabut kelapa. Hal ini agar kondisi padat ini memudahkan untuk melontar peluru timah. Senjata ini memakai peluru timah yang ditaruh di larasnya. Supaya bisa meletus, peluru itu ditumbuk dan berbaur dengan sabut kelapa lagi. Tinggal disulut dengan api pemantik di selngsong, langsung "duumm". “Apapun isi dilarasnya akan terlontar dan bisa menembak apapun yang ada di depannya," ujarnya.
Sementara untuk peluru kebanyakan menggunakan bekas timah aki. Timah dileburkan dan dicetak dalam bambu ukuran kecil, kemudian setelah mendingin dipotong-potong seukuran peluru.
Ardi mengakui kini dirinya sudah tidak lagi menggeluti dunia senjata itu, apalagi kini kerap disalahgunakan. Dirinya tidak ingin jadi dicokok polisi akibat kepemilikan senjata api itu.
”Hampir 10 tahun lalu sudah mulai berkurang yang buat senjata, di satu sisi saat ini hewan buruan seperti babi, rusa, menjangan juga langka. Jarang juga kami masuk hutan, buat apa disimpan,” tutupnya. (ang/yit)