PANGKALAN BUN - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) di Hotel Swiss Bellin, Pangkalan Bun, Selasa (6/9).
Kepala Dinkes Provinsi Kalteng Suprastija Budi mengatakan, penggunaan obat yang rasional (POR) merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan kesehatan yang aman dan bermutu di setiap fasilitas kesehatan, sehingga tercapai keselamatan pasien.
"Menurut WHO, penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya dengan dosis yang sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan," ujar Suprastija.
Selain peresepan nonrasional yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, ada kasus penggunaan obat secara tidak tepat oleh masyarakat.
Menurutnya, swamedikasi adalah upaya pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat sebelum mendatangi fasilitas kesehatan. Masyarakat sebagai konsumen sudah selayaknya mendapatkan informasi yang akurat dan memadai mengenai obat yang digunakan.
"Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat, agar peduli tentang bagaimana penggunaan obat yang benar," katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementarian Kesehatan RI Elon Sirait. Gema Cermat adalah upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat agar cerdas menggunakan obat.
"Misalnya masyarakat menggunakan obat sendiri, padahal itu harus dibeli dengan resep dokter. Tanpa indikasi medis yang betul, tidak ada gunanya kita menggunakan antibiotik," ucap Elon.
Sementara itu Kepala Dinkes Kobar Indrawan Sakti mengatakan,
inisiatif sendiri membeli obat tanpa resep dokter akan berdampak kepada resistensi terhadap obat. ”Dari laporan yang saya dapat bahwa penggunaan resep oleh petugas kita juga belum memenuhi standar oprasional prosedur," terang Indrawan.
Dengan adanya Gema Cermat ini berharap bisa diminimalisir dengan munculnya suatu kesadaran masyarakat. Obat merupakan senyawa-senyawa kimia sehingga tidak dibenarkan membeli atas keinginan sendiri.
”Kami juga banyak melihat salah diagnosa dan swamedikasi yang semakin meningkat yang dampaknya pemborosan anggaran pembelian obat dan menjadi resisten," jelas Indrawan. (jok/yit)