PANGKALAN BUN – Diduga belum mengatongi izin pinjam pakai kawasan, salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan di wilayah perbatasan Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) sudah mengangkut batu galena. Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini perusahaan yang melakukan aktifitas tersebut adalah PT IMP.
Masih berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Pangkalan Bun, perusahaan saat ini sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luasan lahan 1400 hektare. Lahan yang sudah pernah digarap baru sekitar satu hektare. Aktivitas pengangkutan batu di lokasi tersebut diduga terus berjalan. Di lokasi juga terdapat beberapa oknum aparat keamanan.
Pengangkutan batu oleh pihak PT IMP dibawa ke kawasan pelabuhan yang berada di Karang Sari Kecamatan Pangkalan Banteng. Sementara lokasi tambang sendiri masih masuk wilayah Kabupaten Seruyan atau di kawasan Rantau Pulut. Aktivitas tambang ini dianggap melanggar aturan karena masih belum clear and clean. Berdasarkan Pasal 50 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ditentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan eksplorasi terhadap hutan sebelum mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Kehutanan. Jadi, sebelum izin tersebut diterbitkan, seharusnya kegiatan pertambangan belum boleh dilakukan.
Hal tersebut juga ditegaskan pula dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.43/ Menhut-Ii/ 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang mengatur bahwa pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar izin Menteri. Sementara pihak PT IMP terkait hal ini belum bisa dikonfirmasi sebagai upaya berimbangnya sebuah berita.
Kepala Dinas ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Provinsi Kalteng Ermal Subhan mengatakan, perusahaan dimaksud saat ini sudah mengantongi IUP. Sedangkan izin pinjam pakai kawasan berada di Kementerian. Jika belum ada izin pinjam pakai, idealnya belum diperbolehkan melakukan aktivitas.
”Kalau soal Izin pinjam pakai kawasan bukan di kita ya, kalau IUP nya ada sesuai data,” jelas Ermal Subhan kepada media ini melalui ponselnya kemarin (8/11).
Terpisah pemerhati lingkungan Kalteng, Arie Rompas menegaskan, jika memang belum memiliki izin pinjam pakai idealnya memang belum boleh melakukan aktivitas. Karena dalam pengajuan izin tersebut perusahaan juga sudah harus menyiapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) termasuk juga menyangkut jaminan reklamasi. ”Kalau belum ada izin pinjam pakai kawasan jelas itu melanggar,” jawabnya.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri dikonfirmasi perihal aktifitas perusahaan tersebut mengaku akan melakukan pengecekan, termasuk mengenai AMDAL.
”Kita akan lakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah AMDAL sudah ada atau belum atau bisa juga dikeluarkan dari DLH Kabupaten, makanya kita akan kroscek dulu,” tegas Fahrizal.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Dimas kepada wartawan mengatakan, terkait masalah tambang pemerintah harus mereview semua perizinan yang berada di Kalteng. Hal ini untuk melihat apakah perizinan yang ada sudah sesuai atau belum. selain itu juga menilai apakah terdapat konflik lahan antara masyarakat atau tidak bahkan hingga kepada apakah ada penerimaan Negara yang berjalan atau tidak.
”Selama proses review berjalan maka tidak ada lagi pemberian izin-izin baru (Moratorium perizinan) di sisi lain diperlukan ketegasan pemerintah untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran izin dan lingkungannya. Sanksi yang dimaksud lanjutnya berupa pencabutan izin bagi perusahaan nakal yang ada di Kalteng. (sam/yit)