PANGKALAN BUN - Puluhan karyawan PT Marga Dinamik Perkasa (MDP) di Jalan Jenderal Ahmad Yani, masuk kawasan Desa Purbasari Kecamatan Pangkalan Lada Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), menggelar Demonstrasi pada Rabu (21/2) pagi. Aksi puluhan karyawan yang mayoritas sopir ini, karena terimanya atas pemberian santunan kecelakaan kerja hingga meninggal dunia, yang diberikan perusahaan itu kepada salah seorang rekan kerja mereka, pada 2017 silam.
Menurut keterangan para pendemo yang didampingi Pengurus Unit Kerja (PUK) PT MDM Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia, Sirajudin bahwa karyawan yang meninggal kecelakaan kerja tersebut tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya santunan yang diberikan hanya Rp 25 Juta.
"Kasihan, harusnya bagi yang tidak didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan maka itu menjadi kewajiban perusahaan memberikan santunan. Kalau berdasarkan hitungan kami, sekitar Rp 120 an juta,"ujar Sirajudin.
Selain itu, tuntutan pendemi yang lain adalah berkenaan dengan pembagian armada yang dianggap tidak profesional dan dituding hanya didasarkan suka dan tidak suka saja. Selain itu ada juga dugaan permainan uang untuk mendapat armada baru.
"Harusnya pembagian armada sesuai masa kerja. Yang ini junior, armadanya dikasih yang bagus, sementara yang puluhan tahun bekerja armadanya tidak diganti-ganti,"tambah Surajudin.
Kemudian, para pendemo juga menuntut kenaikan gaji karyawan yang dianggap masih di bawah Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). Dan tuntutan terakhir, agar manajemen yang ada di Kotawaringin Barat diganti.
Aksi demontrasi ini berjalan damai dan dikawal puluhan personel kepolisian dari Polres Kobar dan Polsek Pangkalan Lada. Kendaraan water Cannon juga tampak ada di lokasi demonstrasi untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Dalam mediasi yang dilakukan di kantor PT MDP, pihak perusahaan diwakili oleh bagian personalia sekaligus humas Perusahaan tersebut, atas nama Hendra. Kepada media ini Hendra mengungkapkan, mengenai penentuan persoalan armada dikatakannya sudah sesuai prosedur. Kemudian, untuk santunan kecelakaan bahwa pihak perusahaan menganggap hal itu bukan kecelakaan kerja, mengingat saat peristiwa yang bersangkutan dalam perjalanan pulang dan tidak membawa angkutan atau kendaraan dalam kondisi kosong.
Hendra menegaskan, sesuai aturan ketika pulang maka armada harus ditinggal di Sampit, tetapi ini justru dibawa pulang ke Desa Sebukat ke tempat tinggal yang bersangkutan. Namun demikian lanjutnya, perusahaan sudah memberikan santunan senilai Rp 25 Juta dan dengan pihak keluarga, juga sudah selesai tidak ada masalah.
"Kalau dengan pihak keluarga sudah selesai tidak ada masalah, tetapi teman-teman karyawan ini yang tidak terima,"ungkapnya.
Kemudian Hendra juga menjawab soal tuntutan kenaikan upah, menurutnya para sopir ini sistem kerjanya adalah borongan, sehingga sulit tuntutan itu dikabulkan. Kecuali lanjutnya, untuk karyawan kantor dan lainnya sudah pihaknya upayakan. Dan ia pun membantah jika gaji mereka di bawah standar UMSK.
Saat mediasi berlangsung, Hendra juga mengaku tidak berwenang mengambil keputusan, karena yang berwenang mengambil keputusan berada di kantor induk di Medan.
Mediasi juga sempat memanas karena pihak perusahaan dianggap berbelit-belit. Namun, karena banyak aparat keamanan, akhirnya bisa diredam. Mediasi sempat ditunda karena masuk waktu salat Zuhur. Pihak pekerja pun tetap menuntut ke perusahaan tersebut, dan jika tidak bisa diselesaikan maka mereka mengancam melakukan aksi mogok kerja. (sam/gus)