Upaya Polri dalam memutus mata rantai Covid-19 tak bisa lepas dari peran penting Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas). Sebagai garda terdepan, mereka harus bertaruh nyawa karena interaksi dengan masyarakat di wilayah binaan yang menjadi episentrum penyebaran wabah mematikan ini. Mereka juga mendedikasikan diri dalam berbagai bentuk aksi sosial.
SLAMET HARMOKO, Pangkalan Bun
Pagi dipekan ketiga bulan April 2020, hari itu tidaklah seperti biasa. Kabar masuknya Covid-19 di wilayah Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat membuat masyarakat waspada. Kala itu di Desa Karang Sari. Meski hanya satu orang, namun wilayah itu langsung membuat Pangkalan Banteng menjadi zona merah.
Semua sektor pasang kuda-kuda waspada, tak terkecuali Brigradir (sekarang Brigadir Kepala) Dedet Suryadi. Bapak tiga anak yang merupakan anggota Polsek Pangkalan Banteng ini bergegas mengumpulkan informasi. Siapa warga Karang Sari yang terkonfirmasi positif Covid-19, alamat rinci tempat tinggal, data pekerjaan, keluarga dan kerabat serta tetangga terdekat ia kumpulkan, bahkan peta lokasi rumah warga positif di desa eks Transmigrasi tersebut. Hal itu menjadi keharusan, karena Karang Sari merupakan wilayah binaannya sebagai Bhabinkamtibmas merangkap Desa Mulya Jadi dan Sungai Pulau.
“Awalnya keder juga, desa binaan saya ada yang positif. Tapi istri berusaha menenangkan dengan berbagai informasi terkait virus ini,” ujarnya, Sabtu (24/10).
Sang istri, Eka Pratiwi Wulandari merupakan bidan Desa Mulya Jadi dan Puskesmas Karang Mulya sebagai induk kerjanya. Meski sebagai bidan desa, perempuan yang telah memberinya tiga anak ini masuk dalam tim percepatan penanganan Covid-19 Kecamatan Pangkalan Banteng. “Saya tidak boleh menjauh, karena saat itu tugas pokok saya adalah sebagai Polisi masyarakat dan pembina keamanan dan ketertiban di desa,” tegasnya.
Dedet melanjutkan ceritanya, saat itu ia langsung melapor ke Kapolsek Pangkalan Banteng yang masih dijabat Iptu Bimasa Zebua. Segala informasi yang didapat ia laporkan, berikut juga rencana penanganan dan juga sosialisasi kepada warga desa setempat. Kabar adanya warga Karang Sari terkonfirmasi positif Covid-19 yang sudah menyebar membuat warga di tiga desa binaannya itu tiarap. Sebagian diantaranya mulai mengurangi aktivitas, ada pula yang tidak berani masuk ke Desa Karang Sari.
Saat yang lain menjauh, disitulah peran Bhabinkamtibmas dibutuhkan. Putra kedua pasangan Almarhum Rusbandi dan Faridah ini tetap bertugas seperti biasa. Sosialisasi dan edukasi terkait Covid-19 serta upaya pencegahan penularan ia lakukan. Berikutnya salah satu tantangan terberatnya adalah mencegah munculnya stigmatisasi bagi warga positif Covid-19, PDP, dan ODP.
“Selain berseragam dinas lengkap, mengenakan masker dan kacamata saat bertugas, seluruh pakaian dinas dipisahkan penempatan dan juga pencuciannya. Saya wajib disemprot disinfektan juga setelah pulang bertugas, seperti orang yang baru pulang dari Wuhan gitu,” katanya sambil tertawa.
Namun itu bukan masalah, yang membuatnya merasa berat adalah ketika harus membatasi diri untuk berinteraksi dengan tiga putranya. Itu terjadi setelah jumlah warga positif Covid-19 di Desa Karang Sari meningkat drastis. Setelah satu orang pertama, muncul dua orang di periode berikutnya, kemudian disusul dengan empat orang positif dari hasil swab lanjutan dan dua orang positif susulan. Tidak hanya menjauh dari buah hatinya, ia juga terpaksa tidur terpisah dengan anak istrinya meski tetap tinggal dalam satu rumah.
“Itu risiko kerja saya sebagai abdi masyarakat, meski berat, itu harus saya lakukan demi mencegah penyebaran virus ini,” kata pria berusia 34 tahun ini.
Aksi mengasingkan diri terus berlanjut, setelah di lingkungan keluarga, Dedet juga harus menjauh dari rekan-rekan kerjanya. Aksi itu ia anggap sebagai tanggungjawab kepada lingkungannya. Pun begitu ia rela menetapkan diri sendiri sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) mandiri. Selama 14 hari sebisa mungkin melakukan pembatasan interaksi secara ketat. Kewajibannya tetap dilaksanakan, namun dengan protokol kesehatan yang kian ketat. Bahkan, ia marah bila ada rekan kerja yang mendekatinya tanpa mengenakan masker.
Lepas menjaga jarak selama 14 hari, ia mulai sedikit lega. Kesehatannya tetap stabil, tanda-tanda sakit tak terasa, namun Dedet tetap gelisah, hingga akhirnya ia menjalani rapid test. Hasilnya cukup menggembirakan, non reaktif yang didapat. Itu semua dilakukan karena sang Polisi Desa (Poldes) pernah berinteraksi dengan salah seorang warga Karang Sari yang selanjutnya dinyatakan positif Covid-19. “Waktu itu saya menyerahkan bantuan sembako, memang interaksinya biasa saja dan tetap protokol pencegahan. Tapi akhirnya warga tersebut beberapa hari berikutnya diketahui positif dari kategori OTG, setelah dilakukan pengujian swab,” ungkapnya.
Menjadi Polisi sejak 2006 dan bertugas sebagai Bhabinkamtibmas tahun 2010, tugas sebagai bagian dari tim penanganan Covid-19 inilah yang menurutnya paling menantang. Karena jika sebelumnya ia melawan musuh kasat mata, kini musuh yang dihadapinya lebih misterius dari makhluk gaib sekalipun. “Kalau ada makhluk gaib mungkin bisa terasa dengan berdirinya bulu kuduk, kalau dengan Covid-19 ini bagaimana kita bisa tahu kalau virus ini ternyata nempel di tubuh dan pakaian, virus ini bisa diketahui ketika telah menjalani tes atau setelah muncul gejala,” katanya.
Kini Desa Karang Sari telah terbebas dari Covid-19, seluruh warga berstatus positif telah dinyatakan sembuh dan dipulangkan ke rumah masing-masing. Warga menyambutnya dengan gembira, tak ada lagi stigma di antara mereka. “Sekarang semua telah sembuh, tapi saya harap semua tetap disiplin. Taat protokol kesehatan, jangan sembrono walaupun new normal dengan adaptasi kebiasan baru mulai digulirkan. Jaga diri, keluarga, dan lingkungan. Meski tak tampak, musuh (Covid-19) ini lebih bengis dari begal jalanan,” pesannya.
Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Devy Firmansyah mengakui bahwa tugas anak buahnya sebagai Bhabinkamtibmas di wilayah episentrum Covid-19 bukanlah perkara mudah. Kewajiban mereka sebagai Polisi harus seirama dengan tugas tambahan sebagai pembina masyarakat desa. “Saya tahu semua lintas sektor mulai dari pemerintahan, kesehatan, dan masyarakat setempat bisa bekerja sama dengan baik, terutama Bhabinkamtibmas yang bertugas di wilayah tersebut,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan Sunandar, Kepala Desa Karang Sari ini mengatakan bahwa sinergi antar lintas sektor menjadi modal utama. “Rasa memiliki dan bertanggungjawab untuk mengatasi Covid-19 ini menjadi kunci utama upaya penanggulangan Covid-19 di desa kami. Peran masyarakat, tenaga kesehatan serta Bhabinkamtibmas membuat semua terasa mudah, meski tak sedikit pengorbanan yang harus dilakukan,” katanya.
Itulah sekelumit cerita tentang pengorbanan seorang Bhabinkamtibmas. Selain Dedet Suryadi, masih banyak Dedet-Dedet lain di Nusantara yang menjalankan tugas serupa, dengan tantangan yang berbeda atau bahkan lebih sengsara. Semua dikorbankan demi menuju muara, Indonesia bebas corona. (*)