PANGKALAN BANTENG-Semakin berkembangnya wilayah Pangkalan Banteng membuat sering terjadinya pengalihan status atas tanah, akibat jual beli. Namun dibalik itu semua, para kepala desa mengeluhkan tidak adanya pelaporan atau pun salinan perjanjian jual beli yang ditembuskan pelaku jual-beli kepada pemerintah desa, hingga ke kecamatan.
Imbasnya, sengketa kepemilikan tanah masih sering terjadi dan pihak pemerintah desa dan kecamatan sama sekali tidak memiliki data untuk membantu proses penyelesaian sengketa tersebut. Lebih ironis lagi, masyarakat yang bersengketa tanah lebih percaya kepada lembaga di luar pemerintahan yang secara langsung tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menyikapi hal itu, Camat Pangkalan Banteng Aliransyah mengungkapkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pemerintah Kabupaten agar dibuatkan nota kesepahaman atau MOU (memory of understanding) dengan semua notaris yang ada di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat.
”Pada intinya dalam MOU itu isinya memuat jika terjadi transaksi jual beli tanah yang mengakibatkan terbitnya Akta Notaris, agar ada kesaksian kepala desa setempat (kepala desa menjadi saksi). Dan besaran kontribusinya untuk desa sesuai dengan perdes yang bersangkutan,” imbuhnya, Jumat (31/3) pagi.
Menurutnya Aliransyah, dari keluhan para kepala desa dianggap masuk akal sebab jika terjadi jual beli tanpa sepengetahuan desa maka administrasi pertanahan di desa akan kacau, karena status tanah yang terregistrasi di buku desa tetap atas nama pemilik lama (si penjual). Dan akibatnya, pemdes kesulitan dalam melaksanakan penyampaian SPPT PBB termasuk melakukan penagihan.
”Desa jelas kebingungan dalam penyampaian SPPT PBB mau pun penagihannya. Sebab si pemilik lama sudah tidak merasa menjadi pemilik obyek pajak PBB lagi, terhadap tanah yang dimaksud ( karena sudah dijual),” imbuhnya.
Di sisi lain lanjut Aliransyah, hal itu juga akan berdampak pada hilangnya Pendapatan Asli Desa (PADes) dari kesaksian jual beli tanah.
”Data perpindahan hak atas tanah tidak bisa diminta oleh pemdes dikarenakan akta jual beli yang dikeluarkan notaris, termasuk surat berharga dan tidak semua pihak berkepentingan dapat memiliki tindasan (copy) dari surat tersebut. Itulah yang menyebabkan kacaunya pendataan kepemilikan tanah warga mereka,” pungkasnya. (sla/gus)