PANGKALAN BANTENG - Luapan empat sungai di Pangkalan Banteng, Rabu (19/4) bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, Sungai Pakit, Sungai Kumai (Semanggang) dan dua sungai tanpa nama di Karang Mulya pernah meluap.
Luapan terparah terjadi pada Rabu (19/4). Hal itu tampak dari kerusakan yang ditimbulkan. Selain tembok SMP N 3 Pangkalan Banteng yang roboh sepanjang 140 meter dan ruangan kelas yang terendam luapan Sungai Pakit, puluhan rumah juga ikut terendam di tiga titik luapan lain.
Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mengatakan, normalisasi empat sungai sudah dilakukan oleh PUPR selama dua tahun terakhir. Normalisasi dimulai sejak banjir tahun 2015 lalu.
”Sungai Pakit, Sungai Kumai (Semanggang) yang menjadi muara Sungai Hijau, bahkan dua sungai tanpa nama di Karang Mulya itu juga sudah,” katanya.
Terdapat lima sungai yang meluap. Sungai Pakit, Sungai, Sungai Kumai (Semanggang), Sungai Hijau, dan dua sungai tanpa nama di Karang Mulya.
”Bahkan untuk Sungai Hijau sudah kita normalisasi dan buatkan tanggul, namun karena tingginya debit air tetap saja tidak mampu,” katanya.
Normalisasi yang dilakukan untuk sungai di Karang Mulya sepanjang empat kilometer, Sungai Hijau dua setengah kilometer, Sungai Pakit dua kilometer, anak Sungai Pakit dua kilometer, Sungai Kumai satu kilomter tepatnya di sekitar Jembatan Aliong.
Normalisasi dengan cara memperlebar sungai yang rata-rata awalnya hanya dua meter menjadi empat. Selain itu, memperdalam sungai dengan rata-rata kedalaman tiga meter.
”Kendala kita di titik luapan itu, normalisasi belum terlaksana dengan baik karena lokasinya sudah penuh dengan bangunan, sehingga kita belum bisa memperlebar sungai. Seperti di titik luapan Sungai Pakit dan sungai di Karang Mulya terutama areal pasar itu,” katanya.
Terkait usulan untuk memperlebar jembatan di Sungai Pakit dan Karang Mulya, pihaknya tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Harus ada bantuan dari provinsi atau bahkan dari pusat karena itu berhubungan dengan jalan nasional.
”Kalau kita boleh kerjakan, bisa saja PUPR dari SDA dan Bina Marga menggarap. Tapi aturannya yang tidak membolehkan, jembatan itu ada di jalan nasional. Jadi harus seizin provinsi atau bahkan pemerintah pusat,” terangnya.
Untuk pengajuan pelebaran jembatan tersebut sudah jauh-jauh hari dilakukan. Bahkan permohonan sudah terjadi saat jembatan Sungai Sekonyer (sungai buaya) jebol beberpa tahun lalu.
”SDA dan Bina Marga sudah memprediksi potensi luapan tiga titik jembatan itu sejak jebolnya gorong-gorong Sungai Sekonyer di dekat indotruba itu,” ungkapnya. (sla/yit)