PANGKALAN BUN –Sejumlah perwakilan nelayan Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat mewakili ratusan rekan - rekan nelayan nekat mencari keadilan ke Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kedatangan mereka ke ibukota provinsi itu untuk mengadukan nasib 243 nelayan tradisional yang kecewa atas pengelolaan penyaluran BBM bersubsidi oleh Solar Packed Dealer Untuk Nelayan (SPDN) atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Nelayan (SPBN) di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Rabu (15/1).
Sayangnya, keberangkatan perwakilan nelayan yang di dampingi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Perikanan Kabupaten Kobar tersebut tidak membuahkan hasil. Mereka belum bisa menemui penjabat DKP Provinsi Kalteng, padahal sebelum berangkat mereka sudah mengatur janji dengan pihak DKP.
“Saat kami sampai di Palangka Raya sesuai agenda yang sudah disepakati, ternyata kepala dinasnya justru ke luar kota, padahal kami sudah jauh - jauh datang. Kami berangkat saat itu bersama salah seorang PNS dari Dinas Perikanan Kobar,” ungkap Janati, salah satu perwakilan nelayan, warga RT 05, Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kobar, saat bersama puluhan rekannya menemui wartawan Radar Sampit, Kamis (16/1).
Tidak berputus asa, sejumlah perwakilan nelayan mencoba menyambangi kantor Pertamina Kalteng, mereka ingin meminta keterangan sekaligus mengadukan persoalan dugaan kecurangan pengelola SPDN.
Setelah mengadukan keluhannya pada Pertamina Kalteng, mereka mendapat penjelasan bahwa saat ini untuk penyaluran BBM bersubsidi ke SPDN di Desa Kubu, kewenangannya ada di Pertamina Kotim dan Pertamina menyalurkan BBM ke SPDN berdasarkan rekomendasi dari DKP Provinsi sesuai kebutuhan untuk nelayan setempat.
Namun pihak Pertamina menegaskan bahwa apabila ada kecurangan dalam penyaluran maka ada konsekuensi hukum harus diterima oleh pengelola, namun hal itu harus dibuktikan terlebih dahulu.
“Kita sudah adukan semua ke Pertamina Kalteng, namun wewenang penyalurannya ke Pertamina Sampit, yang pasti menurut keterangan pihak Pertamina kalau ada kecurangan bisa dipidana dan itu berat,” ungkap Janati.
Sementara itu, perwakilan nelayan Kubu lainnya, Hadri menambahkan, sejatinya mereka akan terus memperjuangkan nasib mereka agar ratusan nelayan setempat yang sejak setahun ini membeli minyak industri di eceran untuk bahan bakar melaut dapat kembali mudah membeli BBM bersubsidi, karena subsidi diadakan untuk membantu nelayan - nelayan kecil seperti mereka.
“Ke mana minyak jatah nelayan yang lain, banyak yang fiktif yang mendapatkan jatah tersebut, baik dari ukuran kapalnya maupun profesi mereka juga diduga dimanipulasi, yang tidak punya kapal pun bisa dapat, kan aneh, lalu minyaknya ke mana,” pungkasnya. (tyo/sla)